Headlines News :

OM SVASTIYASTU

OM ASTU TAT ASTU NAMOH SIDHAM
Home » » AJARAN NITI SASTRA DI ERA GLOBALISASI

AJARAN NITI SASTRA DI ERA GLOBALISASI

Written By Unknown on Wednesday, September 30, 2015 | 9:45 PM


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pemimpin merupakan sosok yang sudah dikenal di berbagai aspek kehidupan, baik di masyarakat, sekolah, maupun dalam sebuah negara. Tanpa sosok pemimpin kehidupan akan tidak terarah bagaikan ayam kehilangan induknya. Pemimpinlah yang akan menjadi otak sehingga segala aktivitas kehidupan akan lebih teratur, terkontrol dan terkendali. Pemimpin sudah dikenal bahkan sebelum zaman weda hanya generasinya yang berbeda. Pemimpin tidak harus orang yang secara fisik besar, ataupun secara umur paling tua, tetapi pemimpin adalah sosok yang bisa memimpin dan memiliki kelebihan yang bisa diayomi oleh para bawahan.
Generasi ke generasi terus berjalan hingga sampailah sekarang ini pada era globalisasi. Namun pada prinsipnya di generasi manapun sosok pemimpin akan selalu mengarahkan hal yang terbaik untuk bawahannya sehingga tujuan dari perkumpulan yang dipimpin bisa tercapai. Untuk menjadi seorang pemimpin yang disegani ada pedoman-pedoman yang sama di setiap zaman, yang mana dalam agama Hindu pedoman ini disebut Niti Sastra, Niti berarti kemudi, pemimpin, politik dan sosial etik, pertimbangan, dan kebijakan. Sedangkan Sastra berarti perintah, ajaran, nasehat, aturan, teori, dan tulisan ilmiah. sehingga Nitisastra berarti ajaran mengenai kepemimpinan menurut Hindu.
Terkait dengan kepemimpinan pula, sekarang sudah berkembang adanya sistem demokrasi, yang mana dalam sistem ini pemimpin tidak lagi diangkat berdasarkan garis keturunan, atau berdasarkan varna tetapi melalui pemilihan langsung oleh para bawahan. Para bawahan bebas memilih siapa yang dianggap mampu, dan bahkan diantaranya boleh mencalonkan diri kalau merasa diri mampu mangemban tanggung jawab sebagai seorang pemimpin. Hal ini sudah dirasakan sendiri oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang hidup di sebuah negara yang menganut asas demokrasi.
Ada banyak kelebihan dan kekurangan dari asas demokrasi ini. Salah satu kelebihannya adalah rakyat dapat memilih pemimpin sesuai dengan keinginannya sehingga orang yang akan menjadi pemimpin adalah orang yang mendapat suara terbanyak, dan akhirnya pemimpin akan lebih mudah medapat tempat di hati bawahan. Akan tetapi, salah satu kekurangan yang juga bisa dirasakan adalah rakyat terkadang salah pilih, pemimpin yang terpilih terkadang tidak melakukan hal-hal yang telah dijanjikan, sehingga akhirnya akan timbul penyesalan di kalangan bawahan.
Mencari pemimpin yang baik memang merupakan sesuatu yang sangat sulit di era globalisasi ini, banyak para pemimpin yang hanya ingin mencari keuntungan pribadi dari jabatan yang dipangku, sehingga tujuan utama pemimpin dalah tugas kepemimpinannya akan sangat sulit dipenuhi. Hal ini tentunya akan mengakibatnya ketidakseimbangan antara unsur pemimpin dengan yang dipimpin dan akhirnya akan timbul krisis kepercayaan. Berkaca dari hal ini penulis ingin mencoba mencari solusi agar bisa mendapat sosok pemimpin yang bisa dijadikan suri tauladan di era globalisasi ini dengan kembali membangkitkan ajaran niti sastra yang sarat dengan ajaran-ajaran kepemimpinan dalam agama hindu. Akan tetapi, walaupun niti sastra milik agama Hindu dalam praktiknya bisa diterapkan oleh semua kalangan, karena niti sastra ini universal hukumnya. Dan dari semua itu, dalam makalah ini penulis akan menguraikan lebih terperinci mengenai “Ajaran Niti Sastra di Era Globalisasi”.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah diuraikan di atas penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut, yaitu:
a.       Apakah pengertian pemimpin dan kepemimpinan?
b.      Bagaimanakah kepemimpinan yang baik?

c.       Bagaimanakah kepemimpinan di era globalisasi menurut Niti Sastra?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemimpin dan Kepemimpinan
Masalah kepemimpinan adalah masalah yang utama dalam hidup dan kehidupan umat manusia, oleh karena itulah maka umat manusia selalu membutuhkan kepemimpinan, sebab untuk mencapai suksesnya sebuah tujuan dan terjadinya efisiensi kerja harus ada pemimpin. Oleh karena itulah maka para ilmuan banyak melakukan study dan penelitian masalah pemimpin dan kepemimpinan. Dan para sarjana telah memberikan berbagai definisi mengenai pemimpin dan kepemimpinan, dengan menonjolkan satu atau beberapa aspek tertentu sesuai dengan ide pencetus definisi tersebut beserta interpretasinya.
Kepemimpinan adalah merupakan cabang dari kelompok ilmu administrasi, khususnya ilmu adminisaatrasi Negara. Sedangkan ilmu administrasi adalah salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial, dan merupakan salah satu perkembangan dari filsafat. Dalam kepemimpinan terdapat hubungan antar manusia; yaitu hubungan mempengaruhi (dari pemimpin), dan hubungan kepatuhan-kepatuhan para pengikut/bawahan karena dipengaruhi oleh kewajiban pemimpin. Para pengikut terkena pengaruh kekuatan dari pemimpinya, dan bangkitlah secara spontan rasa ketaatan kepada pemimpin.
Munculnya seorang pemimpin ditimbulkan oleh bermacam-macamam hal, secara garis besar dapat disebutkan dalam tiga teori, yaitu :
Pertama, Teori Genetis. Teori ini menyatakan sebagai berikut :
a)      Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir jadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya.
b)      Dia ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga.
Kedua, Teori Sosial (Lawan teori genetic), yang menyatakan sebagai bertikut :
a)      Pemimpin itu harus disiapkan, dididik, dan dibentuk, tidak terlahirkan begitu saja.
b)      Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan, serta didorong oleh kemauan sendiri.
Ketiga, Teori Ekologis atau Sintesis (muncul sebagai reaksi dari kedua teori tersebut lebih dahulu). Teori ini menyatakan bahwa Seseorang akan sukses menjadi seorang pemimpin, bila sejak lahirnya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, dan bakat-bakat ini sempat dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan; juga sesuai dengan tuntutan lingkungan/ekologisnya. (http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=339, 15 Juni 2014)
   Dalam Hindu seorang pemimpin harus bisa mengamalkan Dharma Agama dan Dharma Negara dengan baik, dengan meniru sifat kepemimpinan sperti Rama Dewa, Dharma Wangsa/Yudhistira, Bhisma, Raja Haricandra dan di zaman sekarang seperti tokoh Mahatma Gandhi. Pemimpin yang baik dan bijaksana yang patut ditiru dan menjadi tauladan adalah pemimpin yang mampu menerapkan ajaran kepemimpinan dalam Asta Bratha. (http://pandejuliana.wordpress.com/2012/05/23/pemimpin-dan-kepemimpinan-ajaran-kepemimpinan-menurut-hindu/, 15 Mei 2014)

2.2 Kepemimpinan yang Baik
            Tolok ukur kepemimpinan yang baik adalah kebudayaan yang masih tetap baik yang diwariskan oleh seorang pemimpin setelah lama ia turun dari tampuk pimpinan. Kebenaran ini bisa kita catat bila memperhatikan budaya yang baik yang terdapat pada keluarga-keluarga, lembaga-lembaga, badan usaha, angkatan bersenjata, masyarakat dan bahkan negara. Pada suatu masa di atas garis seorang buyut (leluhur) atau satu atau dua orang pimpinan eksekutif, berkat kepemimpinannya, tercipta suatu budaya yang tetap abadi. Tipe pemimpin seperti inilah yang dibutuhkan dunia kalau harus memulai suatu zaman damai dan sejahtera berdasarkan pada persaudaraan. (Padma, 1993: 7)
Merasakan adanya kebimbangan yang muncul dalam diskusi tentang pencapaian beberapa pemimpin terkenal dalam sejarah, Rektor  Universitas Sai suatu hari bertanya pada mahasiswa/murid-murid dan guru, Apa perbedaan antara PEMIMPIN YANG BAIK DAN PEMIMPIN YANG HEBAT? Banyak jawaban yang muncul namun tak satupun yang memuaskan Beliau. Akhirnya, beliau mengungkap perbedaan kedua istilah tersebut: “seorang pemimpin hebat adalah untuk dirinya sendiri, sedangkan pemimpin yang baik adalah untuk  orang lain”. Pemimpin-pemimpin seperti Hitler menjadi orang-orang yang mengkhayalkan dirinya seperti seorang yang agung dan mulia dan menjadi orang yang dipenjara oleh egonya sendiri. Mereka ini tidak peduli terhadap rakyatnya. Perhatian utamanya adalah dirinya sendiri. Mereka menimbulkan banyak penderitaan rakyatnya. (Padma, 1993: 8)
Mengingat dari apa yang diwejangkan Bhagawan Sai mengenai kepemimpinan maka akan muncul pemikiran dalam benak, “siapa yang bisa menjadi pemimpin yang baik?” dan ternyata Padma Bushan telah menuliskan (1993: 20), hanya seseorang yang pikiran, kata-kata dan perbuatan berada dalam keharmonisan bisa menjadi seorang pemimpin yang baik dan efektif.

           Pikiran-pikirannya murni sumber-sumber pikirannya tidak berhubungan dengan nafsu, amarah, keterikatan, keserakahan, egoisme (kesombongan), atau iri hatoi. Ia mengatakan apa yang ia pikirkan tidak ada sifat bermuka dua di dalamnya dan ia melakukan apa yang dikatakannya tidak ada kebohongan atau kemunafikan dalam perilakunya. Ringkasnya, ia itu seorang yang transaparan dan berterus terang baik dalam kata-kata maupun perbuatan. Secara diagram, ada dua orang yang dilukiskan seperti gambar di atas. Tipe yang pertama adalah orang yang pandai dan bersifat duniawi. Pikirannya berkaitan/berhubungan dengan kepentingan pribadinya. Ia memikirkan satu hal, tetapi mengatakan sesuatu yang lain. Dan bila tiba pada pelaksanaanya ia jarang sekali melakukan apa yang dikatakanya. Sedangkan tipe kedua mempunyai keharmonisan pikiran, kata-kata, dan perbuatan.
            Kita mempercayai orang yang pikiran, kata-kata, dan perbuatan harmonis. Inilah tipe orang yang memiliki potendi menjadi seorang pemimpin yang baik. Pada bab selanjutnya kita bahas karakter tipe orang ini secara lebih mendetail. (Padma, 1993: 21)

2.3 Pemimpin di Era Globalisasi
            Era globalisasi yang ditandai dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Dalam kondisi seperti ini, kepemimpinan menjadi hal yang sangat penting bahkan menentukan dalam pencapaian suatu tujuan kelompok atau organisasi, untuk mengarahkan dan mengatur orang-orang untuk mencapai tujuan.
Orang yang mau menjadi pemimpinpun semakin banyak bermunculan, tanpa memandang kasta, asal, maupun umur. Ketika seseorang merasa mampu maka dia akan mencoba menjadi seorang pemimpin. Proses pemilihan pemimpin yang sarat dengan permainan politik sudah tidak asing bagi semua kalangan di era globalisasi ini. Akan tetapi, dari banyaknya orang yang mencalonkan diri menjadi pemimpin sangat sulit ditemukan pemimpin yang baik, tetapi kalau pemimpin yang pintar dan hebat banyak.
Mencari pemimpin yang baik inilah menjadi kendala bagi seluruh lapisan masyarakat, banyak pemimpin yang mendapatkan jabatannya karena permainan uang (money politic), alhasil setelah naik yang menjadi prioritas adalah mengembalikan modal awal. Lalu bagaimana dengan bawahan? Akan menjadi urusan ke sekian dalam benaknya, malahan rakyat akan tidak diperhatikan. Yang lebih parah lagi, penyimpangan wewenang sering terjadi hanya dengan maksud mengutamakan kepentingan pribadi.
Berkaca dari hal tersebut, sudah sewajibnya kepemimpinan di era globalisasi ini mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan. Kepemimpinan pada zaman terdahulu, seperti masa-masa kerajaan sepintas terlihat lebih bagus padahal kalau dilihat dari proses penentuan pemimpin sekarang ini lebih terstruktur. Peradaban memang terus berganti, pembaharuan dalam tatanan kehidupan juga terus terjadi, akan tetapi perubahan yang terjadi tidak selamanya membawa kebaikan bagi semua pihak.

2.4 Ajaran Niti Satra di Era Globalisasi
Kitab atau susastra Hindu yang banyak mengulas tentang konsep-konsep kepemimpinan termasuk etika dan moral di dalamnya disebut dengan kitab “Niti Sastra”. Kata ini berasal dari Kata Sanskerta “ niti ” yang berarti bimbingan, dukungan, bijaksana, kebijakan, etika. Sedangkan “ sastra “ berarti perintah, ajaran, nasihat, aturan, teori, dan tulisan ilmiah. Berdasarkan uraian diatas di atas maka kata Nitisastra berarti ajaran pemimpin. Dengan demikian ruang lingkup niti sastra tentu sangat luas mencakup pula etika, moralitas, sopan santun dan sebagainya. Dari pemahaman etimologis tersebut maka “ niti sastra ” dapat diartikan sebagai keseluruhan sastra yang memberikan ketentuan, bimbingan, arahan bagi umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan agar menjadi lebih teratur, terarah, dan lebih baik. (http://tudeputra.blogspot.com/2012/11/kepemimpinan-menurut-hindu.html, 12 Juni 2014)
Untuk memahami kepemimpinan Hindu atau kepemimpinan yang universal, seseorang dianjurkan untuk mempelajari niti sastra. Mengingat, pengetahuan dan pemahaman sejarah/konsep pemikiran Hindu (niti sastra) di bidang Politik, ketatanegaraan, ekonomi, dan hukum yang masih relevan sampai kini. Konsep-konsep tersebut adalah sumber penting yang memberi kontribusi perkembangan konsep-konsep selanjutnya  di India, Asia bahkan, dunia. Adapun kontribusi niti sastra dalam peradaban global antara lain:
a)      Pemikiran dalam niti sastra dapat memberi masukan penting berupa konsep dan nilai positif dalam pengembangan, pembaharuan, penyusunan kembali konsep-konsep politik, ketatanegaraan, ekonomi, peraturan hukum era kini.
b)      Usaha menggali, mengangkat nilai-nilai Hindu sebagai sumbangan Hindu dalam percaturan dunia keilmuan. Paradigma sosial bahwa politik itu kotor dapat hilang. (http://tudeputra.blogspot.com/2012/11/kepemimpinan-menurut-hindu.html, 12 Juni 2014)
Apabila ajaran nitisastra dibangkitkan kembali di era globalisasi ini, maka pemimpin dalam kepemimpinannya akan lebih mampu mengemban tugas yang harus dikerjakan. Sebagaimana pemimpin dalam ajaran nitisastra sesuai yang tertuang dalam dalam lontar Raja Pati Gondala harus memiliki sepuluh hal yang selalu melekat pada dirinya, yaitu:
a)      Satya, artinya kejujuran
b)      Arya, artinya orang besar
c)      Dharma, artinya kebajikan
d)     Asurya, artinya orang yang dapat mengalahkan musuh
e)      Mantri, artinya orang yang dapat mengalahkan kesusahan
f)       Salyatawan, artinya orang yang banyak sahabatnya.
g)      Bali, artinya orang yang kuat dan sakti.
h)      Kaparamarthan, artinya kerohanian
i)        Kadiran, artinya orang yang tetap pendiriannya
j)        Guna, artinya orang yang pandai.
Dengan perpaduan antara sistem demokrasi di era globalisasi ini dengan ajaran nitisastra, maka tidak akan kesulitan menemukan seorang pemimpin yang baik. Pemimpin yang mampu menjalankan tapuk kepemimpinan sesuai keinginan rakyat. Pemimpin akan mampu menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan Dharma Agama dan Dharma Negara. Masyarakat akan menjadikan pimpinannya sebagai panutan tanpa lagi ada istilah memaksakan bahwa yang boleh menjadi pemimpin hanya dari satu garis keturunan. Semua orang yang memiliki kriteria dalam ajaran nitisastra layak menjadi pemimpin.

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dari pembahasan yang telah penulis uraikan dalam makalah ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a)      Kepemimpian merupakan satu kesatuan dengan pemimpin kepemimpinan. Proses yang dilakukan untuk dapat menggerakkan orang lain merupakan definisi kepemimpinan, sedangkan orang yang melakukan aktivitas memimpin inilah pemimpin.
b)      Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau bertindak untuk orang lain tanpa harus selalu mementingkan diri sendiri.
c)      Ajaran nitisastra selayaknya dibangkitkan kembali di era globalisasi ini untuk mendapatkan sosok pemimpin pilahan rakyat yang sarat dengan karakter mulia dan taat pada Dharma Agama serta Dharma Negara.

3.2 Saran-saran
Dari penulisan makalah ini dari awal sampai akhir, penulis menemukan beberapa hal yang pantas dituliskan dalam kategori saran, antara lain:
a)      Hindari penggunaan uang dalam proses pemilihan pemimpin, karena hal ini hanya akan menistakan pemimpin di mata rakyat, dan ditakutkan pemimpin yang naik karena uang setelah menjabat hanya ingat dengan uang.
b)      Ajaran nitisastra memang up to date di semua zaman, akan tetapi yang menjadi kendala adalah keberadaannya mulai tenggelam di era globalisasi ini, dan hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama selaku kaum pelajar Hindu.


DAFTAR PUSTAKA

Bhushan, Padma. 1993. Wejangan Sai Baba tentang Kepemimpinan. Jakarta: Yayasan Sri Sathya Sai Baba Indonesia


Terimakasih Anda telah membaca tulisan / artikel di atas tentang :
Judul: AJARAN NITI SASTRA DI ERA GLOBALISASI
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Unknown
Semoga informasi mengenai AJARAN NITI SASTRA DI ERA GLOBALISASI bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.
Share this article :
Comments
0 Comments

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Rank Site

Bahasa

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Popular Posts

Visitor Blog

 
Terbit Blog : JAYA HINDU 14 September 2015

Copyright © 2015. JAYA HINDU
Terima Kasih Sudah OM Shanti - Shanti - Shanti OM