Ilustrasi
JAYA HINDU - Puncak Upacara adat Ngaben adalah prosesi
pembakaran keseluruhan struktur yaknik Lembu atau vihara tadi berserta dengan
jenasah. Prosesi Ngaben biasanya memerlukan waktu yang cukup lama. Bagi jenasah
yang masih memiliki kasta tinggi, ritual ini bisa dilakukan selama 3 hari.
Namun, untuk keluarga yang kastanya rendah, jenasah harus dikubur terlebih
dahulu baru kemudian dilakukan Ngaben.
Upacara Ngaben di Bali biasanya dilakukan
secara besar-besaran seperti sebuah pesta dan memakan biaya yang banyak. Oleh
sebab itu, tidak sedikit orang yang melakukan upacara Ngaben dalam selang waktu
yang lama setelah kematian. Saat ini, masyarakat Hindu di Bali banyak yang
melakukan upacara Ngaben secara massal untuk mengemat biaya. Jadi, jasad orang
yang sudah meninggal dimakamkan untuk sementara waktu sambil menunggu biayanya
mencukupi. Namun, bagi keluarga yang mampu, Upacara adat Ngaben bisa dilakukan
secepatnya.
Pelaksanaan
Upacara Ngaben
Ngaben merupakan
upacara yang besar dan tentunya itu memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Bagaimanakah bagi mereka yang kurang mampu? Agama Hindu fleksibel dan tentunya
ada kebijakan-kebijakan mengenai kondisi demikian. Biasanya diadakannya ngaben
massal yang tentu dari segi biaya akan lebih mengurangi. Dan dari beberapa
penelusuran terhadap berbagai lontar di Bali, ngaben ternyata tidak selalu
besar. Ada beberapa jenis ngaben yang justru sangat sederhana. Ngaben-ngaben
jenis ini antara lain Mitrayadnya, Pranawa dan Swasta. Namun demikian, terdapat
juga berbagai jenis upacara yang tergolong besar, seperti sawa prateka dan sawa
wedhana. Berikut Jenis – jenis Ngaben Sederhana :
Mendhem Sawa
Mendhem sawa
berarti penguburan mayat. Di muka dijelaskan bahwa ngaben di Bali masih
diberikan kesempatan untuk ditunda sementara, dengan alasan berbagai hal
seperti yang telah diuraikan. Namun diluar itu masih ada alasan yang bersifat
filosofis lagi, yang didalam naskah lontar belum diketemukan. Mungkin saja
alasan ini dikarang yang dikaitkan dengan landasan atau latar belakang
filosofis adanya kehidupan ini. Alasannya adalah agar ragha sarira yang berasal
dari unsur prthiwi sementara dapat merunduk pada prthiwi dulu. Yang secara
ethis dilukiskan agar mereka dapat mencium bunda prthiwi. Namun perlu
diingatkan bahwa pada prinsipnya setiap orang mati harus segera di aben. Bagi
mereka yang masih memerlukan waktu menunggu sementara maka sawa (jenasah) itu
harus di pendhem (dikubur) dulu. Dititipkan pada Dewi penghuluning Setra (Dewi
Durga).
Ngaben Mitra
Yajna
Ngaben Mitra
Yajna Berasal dari kata Pitra dan Yajna. Pitra artinya leluhur, yajna berarti
korban suci. Istilah ini dipakai untuk menyebutkan jenis ngaben yang diajarkan
pada Lontar Yama Purwana Tattwa, karena tidak disebutkan namanya yang pasti.
Ngaben itu menurut ucap lontar Yama Purwana Tattwa merupakan Sabda Bhatara
Yama. Dalam warah-warah itu tidak disebutkan nama jenis ngaben ini. Untuk
membedakan dengan jenis ngaben sedehana lainnya, maka ngaben ini diberi nama
Mitra Yajna. Pelaksanaan Atiwa-atiwa / pembakaran mayat ditetapkan menurut ketentuan
dalam Yama Purwana Tattwa, terutama mengenai upakara dan dilaksanakan di dalam
tujuh hari dengan tidak memilih dewasa (hari baik).
Pranawa Pranawa
Pranawa Pranawa
adalah aksara Om Kara. Adalah nama jenis ngaben yang mempergunakan huruf suci
sebagai simbol sawa. Dimana pada mayat yang telah dikubur tiga hari sebelum
pengabenan diadakan upacara Ngeplugin atau Ngulapin. Pejati dan pengulapan di
Jaba Pura Dalem dengan sarana bebanten untuk pejati. Ketika hari pengabenan
jemek dan tulangnya dipersatukan pada pemasmian. Tulangnya dibawah jemeknya
diatas. Kemudian berlaku ketentuan seperti amranawa sawa yang baru meninggal.
Ngasti sampai ngirim juga sama dengan ketentuan ngaben amranawa sawa baru
meninggal, seperti yang telah diuraikan.
Pranawa
Bhuanakosa
Pranawa
Bhuanakosa merupakan ajaran Dewa Brahma kepada Rsi Brghu. Dimana Ngaben Sawa
Bhuanakosa bagi orang yang baru meninggal walaupun pernah ditanam, disetra.
Kalau mau mengupakarai sebagai jalan dengan Bhuanakosa Prana Wa.
Swasta
Swasta artinya
lenyap atau hilang. Adalah nama jenis ngaben yang sawanya (mayatnya) tidak ada
(tan kneng hinulatan), tidak dapat dilihat, meninggal didaerah kejauhan, lama
di setra, dan lain-lainnya, semuanya dapat dilakukan dengan ngaben jenis
swasta. Walaupun orang hina, biasa, dan uttama sebagai badan (sarira) orang
yang mati disimbolkan dengan Dyun (tempayan) sebagai kulit, benang 12 iler
sebagai otot, air sebagai daging, balung cendana 18 potong. Pranawa sebagai
suara, ambengan (jerami) sebagai pikiran, Recafana sebagai urat, ongkara
sebagai lingga hidup. Tiga hari sebelum pengabenan diadakan upacara ngulapin,
bagi yang meninggal di kejauhan yang tidak diketahui dimana tempatnya, upacara
pengulapan, dapat dilakukan diperempatan jalan. Dan bagi yang lama di pendhem
yang tidak dapat diketahui bekasnya pengulapan dapat dilakukan di Jaba Pura
Dalem.
Secara umum
rangkaian pelaksanaan ritual upacara adat ngaben ini sebagai berikut :
Ngulapin,
Ngulapin bermakna sebagai upacara untuk memanggil Sang Atma. Upacara ini juga
dilaksanakan apabila yang bersangkutan meninggal di luar rumah yang
bersangkutan (misalnya di Rumah Sakit, dll). Upacara ini dilaksanakan berbeda
sesuai dengan tata cara dan tradisi setempat, ada yang melaksanakan di
perempatan jalan, pertigaan jalan, dan kuburan setempat.
Nyiramin/Ngemandusin,
Merupakan upacara memandikan dan membersihkan jenazah, upacara ini biasa
dilakukan dihalaman rumah keluarga yangbersangkutan (natah). Pada prosesi ini
juga disertai dengan pemberian simbol-simbol seperti bunga melati di rongga
hidung, belahan kaca di atas mata, daun intaran di alis, dan perlengkapan
lainnya dengan tujuan mengembalikan kembali fungsi-fungsi dari bagian tubuh
yang tidak digunakan ke asalnya, serta apabila roh mendiang mengalami
reinkarnasi kembali agar dianugrahi badan yang lengkap (tidak cacat).
Ngajum Kajang,
Kajang adalah selembar kertas putih yang ditulisi dengan aksara-aksara magis
oleh pemangku, pendeta atau tetua adat setempat. Setelah selesai ditulis maka
para kerabat dan keturunan dari yang bersangkutan akan melaksanakan upacara
ngajum kajang dengan cara menekan kajang itu sebanyak 3x, sebagai simbol
kemantapan hati para kerabat melepas kepergian mendiang dan menyatukan hati
para kerabat sehingga mendiang dapat dengan cepat melakukan perjalanannya ke
alam selanjutnya.
Ngaskara,
Ngaskara bermakna penyucian roh mendiang. Penyucian ini dilakukan dengan tujuan
agar roh yang bersangkutan dapat bersatu dengan Tuhan dan bisa menjadi
pembimbing kerabatnya yang masih hidup di dunia.
Mameras, Mameras
berasal dari kata peras yang artinya berhasil, sukses, atau selesai. Upacara
ini dilaksanakan apabila mendiang sudah memiliki cucu, karena menurut keyakinan
cucu tersebutlah yang akan menuntun jalannya mendiang melalui doa dan karma
baik yang mereka lakukan.
Papegatan,
Papegatan berasal dari kata pegat, yang artinya putus, makna upacara ini adalah
untuk memutuskan hubungan duniawi dan cinta dari kerabat mendiang, sebab kedua
hal tersebut akan menghalangi perjalan sang roh menuju Tuhan. Dengan upacara
ini pihak keluarga berarti telah secara ikhlas melepas kepergian mendiang ke
tempat yang lebih baik. Sarana dari upacara ini adalah sesaji (banten) yang
disusun pada sebuah lesung batu dan diatasnya diisi dua cabang pohon dadap yang
dibentuk seperti gawang dan dibentangkan benang putih pada kedua cabang pohon
tersebut. Nantinya benang ini akan diterebos oleh kerabat dan pengusung jenazah
sebelum keluar rumah hingga putus.
Pakiriman
Ngutang, Setelah upacara papegatan maka akan dilanjutkan dengan pakiriminan ke
kuburan setempat, jenazah beserta kajangnya kemudian dinaikan ke atas
Bade/Wadah, yaitu menara pengusung jenazah (hal ini tidak mutlak harus ada,
dapat diganti dengan keranda biasa yang disebut Pepaga). Dari rumah yang
bersangkutan anggota masyarakat akan mengusung semua perlengkapan upacara
beserta jenazah diiringi oleh suara Baleganjur (gong khas Bali) yang
bertalu-talu dan bersemangat, atau suara angklung yang terkesan sedih. Di
perjalan menuju kuburan jenazah ini akan diarak berputar 3x berlawanan arah
jarum jam yang bermakna sebagai simbol mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta ke
tempatnya masing-masing. Selain itu perputaran ini juga bermakna: Berputar 3x
di depan rumah mendiang sebagai simbol perpisahan dengan sanak keluarga.
Berputar 3x di perempatan dan pertigaan desa sebagai simbol perpisahan dengan
lingkungan masyarakat. Berputar 3x di muka kuburan sebagai simbol perpisahan
dengan dunia ini.
Ngeseng, Ngeseng
adalah upacara pembakaran jenazah tersebut, jenazah dibaringkan di tempat yang
telah disediakan , disertai sesaji dan banten dengan makna filosofis sendiri,
kemudian diperciki oleh pendeta yang memimpin upacara dengan Tirta Pangentas
yang bertindak sebagai api abstrak diiringi dengan Puja Mantra dari pendeta,
setelah selesai kemudian barulah jenazah dibakar hingga hangus, tulang-tulang
hasil pembakaran kemudian digilas dan dirangkai lagi dalam buah kelapa gading
yang telah dikeluarkan airnya.
Nganyud, Nganyud
bermakna sebagai ritual untuk menghanyutkan segala kekotoran yang masih
tertinggal dalam roh mendiang dengan simbolisasi berupa menghanyutkan abu
jenazah. Upacara ini biasanya dilaksakan di laut, atau sungai.
Makelud, Makelud
biasanya dilaksanakan 12 hari setelah upacara pembakaran jenazah. Makna upacara
makelud ini adalah membersihkan dan menyucikan kembali lingkungan keluarga
akibat kesedihan yang melanda keluarga yang ditinggalkan. Filosofis 12 hari
kesedihan ini diambil dari Wiracarita Mahabharata, saat Sang Pandawa mengalami
masa hukuman 12 tahun di tengah hutan
Semoga artikel
ini dapat bermanfaat bagi semeton. Jika terdapat penjelasan yang kurang tepat
ataupun kurang lengkap. Mohon dikoreksi bersama. Suksma…
Sumber : http://pusakapusaka.com/upacara-adat-ngaben-tradisi-umat-hindu-di-bali.html
Terimakasih Anda telah membaca tulisan / artikel di atas tentang :
Judul: Puncang Dan pelaksanaan Ngaben Pada Umat Hindu
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Unknown
Semoga informasi mengenai Puncang Dan pelaksanaan Ngaben Pada Umat Hindu bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.
Judul: Puncang Dan pelaksanaan Ngaben Pada Umat Hindu
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Unknown
Semoga informasi mengenai Puncang Dan pelaksanaan Ngaben Pada Umat Hindu bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.